• Home
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnaistik
  • Pedoman MediaSiber
  • Kontak Iklan
Jumat, Juli 4, 2025
FORKOT
No Result
View All Result
  • News
  • Daerah
  • Politik
  • Viral
  • Opini
  • News
  • Daerah
  • Politik
  • Viral
  • Opini
No Result
View All Result
FORKOT
Home News Daerah

BEM UMJ Soroti Reformasi Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Ahmad Muchtarom by Ahmad Muchtarom
Februari 28, 2025
in Daerah, News
BEM UMJ Soroti Reformasi Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Forkot, Jakarta – BEM UMJ Soroti Reformasi Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), para akademisi dan praktisi hukum menyoroti urgensi sinergi antara kedua institusi tersebut guna mewujudkan proses penegakan hukum yang lebih efektif dan berkeadilan.

Presiden Mahasiswa (Presma) Badan Eksekutif Mahasiswa Univeritas Muhammadiyah Jakarta (BEM UMJ) Wildan Mutaqin menyampaikan dalam sambutanya bahwa Seminar Nasional ini tidak hanya menjadi ajang bagi kita untuk menambah wawasan, tetapi juga sebagai tempat diskusi yang konstruktif dalam merumuskan solusi terkait permasalahan hukum yang tengah berkembang di negara kita.

“Penting bagi kita untuk terus menggali dan mengembangkan format yang tepat dalam koordinasi ini, guna memastikan agar proses peradilan pidana berjalan lebih transparan, adil, dan efisien.”ucap Wildan.

Selanjutnya Narasumber Dr. Alfitra, S.H., M.Hum., Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menjelaskan bahwa sebelum adanya kekuasaan sentral yang berwenang dalam tugas peradilan, penuntutan dilakukan secara perseorangan oleh pihak yang dirugikan. Model accusatoir murni ini, menurutnya, menyatukan proses pidana dan perdata dalam satu mekanisme.

“Penuntutan kesalahan seseorang menjadi sulit karena yang bersangkutan memperoleh kesempatan menghilangkan barang bukti. Kerap kali tuntutan pidana tidak dilakukan karena adanya rasa takut terhadap pembalasan dendam atau ketidakmampuan mengungkapkan kebenaran. Oleh karena itu, tuntutan pidana kemudian diserahkan kepada badan negara khusus yang disebut Openbaar Ministerie sebagai Penuntut Umum. Sejak saat itu, tuntutan pidana tidak lagi menjadi persoalan pribadi, tetapi menjadi persoalan kepentingan umum,” jelas Alfitra.

Sementara itu, Andrean H. Poeloengan, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI periode 2016-2020, menilai bahwa pembaruan KUHAP harus mempertimbangkan keseimbangan antara kewenangan penyidik dan penuntut umum. Menurutnya, koordinasi yang lebih erat antara kedua pihak sangat diperlukan agar tidak terjadi tumpang-tindih kewenangan yang dapat menghambat efektivitas penyelesaian perkara pidana.

Baca Juga  Ikamaba Ajak Calon Legislatif Untuk Bersama Membangun Kecamatan Baros

Di sisi lain, Dr. Chairul Huda, S.H., M.H., Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum UMJ, menegaskan ketidaksetujuannya terhadap gagasan yang menempatkan jaksa sebagai penuntut umum sekaligus penyidik. Menurutnya, pemisahan tugas antara penyidik dan penuntut umum harus tetap dijaga demi memastikan adanya mekanisme check and balance dalam sistem peradilan pidana.

Chairul Huda juga menjelaskan konsep dominus litis, yang menunjukkan bahwa penuntut umum memonopoli penuntutan dan menjalankannya berdasarkan asas oportunitas. Selain itu, penuntut umum memiliki kewenangan untuk menyaring perkara sebelum diajukan ke pengadilan.

“Penuntut umum perlu menyaring perkara berdasarkan klasifikasi individu dan kepentingan umum. Yang paling penting dalam proses penuntutan adalah apakah ada kepentingan umum yang harus diperjuangkan. Namanya juga penuntut umum, maka harus melihat kepentingan umum dalam setiap perkara,” tegas Chairul Huda.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa konsep dominus litis juga memberikan kewenangan kepada penuntut umum untuk menyelesaikan perkara di luar pengadilan. Artinya, tidak semua perkara harus dibawa ke persidangan. “Perkara yang diajukan ke pengadilan mestinya yang memiliki bukti kuat, sehingga tidak terlalu banyak perkara yang menumpuk di pengadilan,” tambahnya.

Diskusi ini juga menegaskan bahwa koordinasi antara penyidik dan penuntut umum masih menjadi tantangan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Dengan adanya pembaruan KUHAP, diharapkan mekanisme koordinasi antar-institusi dapat lebih terstruktur, sehingga meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum. (Wildan/ay)

Views: 211
Tags: BEM UMJ
Previous Post

Sambut Ramadhan, Karang Taruna dan Masyarakat Cibodas Bangun Akses Jalan ke TPU

Next Post

Keberadaan Puluhan Kabel Wifi yang Diduga Tidak Berijin di Karang Tanjung Jadi Sorotan Warga

Ahmad Muchtarom

Ahmad Muchtarom

Next Post
Keberadaan Puluhan Kabel Wifi yang Diduga Tidak Berijin di Karang Tanjung Jadi Sorotan Warga

Keberadaan Puluhan Kabel Wifi yang Diduga Tidak Berijin di Karang Tanjung Jadi Sorotan Warga

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Home
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnaistik
  • Pedoman MediaSiber
  • Kontak Iklan

Copyright Forkot.com © 2023

No Result
View All Result
  • Home
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
    • Banten
    • Aceh
    • Lampung
    • Peristiwa
  • Politik
    • Hukum
    • Lingkungan
  • Viral
    • Budaya
    • Kuliner
    • Info Kesehatan
    • Wisata
  • Teknologi
    • Info Forkot
  • Artikel
  • Opini
  • Tentang Kami
    • Redaksi
    • Kode Etik Jurnalistik
    • Pedoman Media Siber

Copyright Forkot.com © 2023